Secercah Harapan Tetuka
Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi. Mulai dari sabang hingga
merauke, beragam suku dan budaya turut menyemarakkan kekayaan potensi yang
dimiliki Indonesia . Salah satu
kebudayaan yang merupakan aset besar bangsa Indonesia adalah wayang kulit.
Wayang menggambarkan prinsip moral mengenai sifat toleran berbudi pekerti luhur
dengan penggambaran sikap saling menghormati, memelihara, dan memberi kepada
sesama. Dilihat dari jalan ceritanya, wayang dianggap sebagai penggambaran
manusia secara universal yang diharapkan mampu membentuk pola pikir bangsa
Indonesia.
Ironisnya, kini wayang bukan lagi suatu tradisi kesenian
yang senantiasa dibanggakan oleh masyarakat Indonesia . Terlebih lagi pemuda penerus bangsa seakan
enggan untuk mencintai dan mempelajari lebih dalam mengenai dunia pewayangan.
Tak dapat dipungkiri, perkembangan arus globalisasi yang kian meningkat seiring
bertambah canggihnya teknologi informasi
sangat mempengaruhi pola pikir remaja Indonesia . Diluar kekhawatiran akan lunturnya kecintaaan pemuda
terhadap wayang pada kenyataaanya kesenian wayang kulit kini telah mendunia dan
bahkan banyak warga negara asing yang mempelajari kesenian Indonesia. Hal ini
menyebabkan keberadaan kesenian tradisional Indonesia semakin memprihatinkan. Apabila
keadaan ini tidak segera ditangani, tidak menutup kemungkinan akan semakin
banyak kesenian Indonesia yang diklaim oleh negara lain. Dimana penyebabnya adalah para generasi muda
yang merasa apatis untuk sekedar mengakui bahwa, kesenian wayang kulit adalah
budaya asli milik kita.
Sebagai salah
satu bentuk tindakan dari keprihatinan mengenai lunturnya jiwa budaya pemuda Indonesia,
dicanangkanlah desa wisata Kampung Wayang yang terletak di Desa Kepuhsari,
Kecamatan Manyaran, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. Desa Kepuhsari
memiliki potensi yang unik, spesifik dan khas yaitu sebagai sentra pengembangan
seni tatah sungging atau wayang kulit di Kabupaten Wonogiri bahkan di Jawa
Tengah. Secara faktual seni ini telah mendarah daging di dalam jiwa seni budaya
masyarakat dan perkembangannya selaras dengan perkembangan sosial ekonomi
masyarakat . Timbul gagasan baru
bagaimana kelompok masyarakat Desa Kepuhsari mempunyai wadah yang dapat
menampung anak-anak juga remaja bahkan menarik mereka untuk dapat berkegiatan
positif dan membangun Desa Kepuhsari dengan generasi penerus betikutnya .
Dari situ
munculah rumah belajar sebagai tempat atau lokasi untuk memberikan ilmu-ilmu
yang mungkin bisa ditangkap oleh anak-anak dan remaja lingkungan Kampung Wayang
dan mengapa dinamakan Tetuka karena adalah nama dari sekretariat Kelompok Sadar
Wisata Tetuka. Tetuka merupakan nama Gatotkaca semasa kecilnya. Nama Tetuka
diharapkan agar generasi penerus mempunyai otot kawat dan tulang besi seperti
Gatotkaca dan bisa terbang untuk memberikan hal-hal positif. Menurut remaja di
daerah tersebut, kesenian tatah sungging di daerah itu merupakan kesenian yang
sangat bagus dan menarik yang menyebabkan adanya rasa untuk melestarikan seni
khususnya wayang tatah sungging lewat ekstrakulikuler. Upaya mempertahankan
eksistensi nilai seni tatah sungging ini dilakukan secara gotong royong oleh
masyarakat Desa Kepuhsari dengan dipelopori oleh generasi mudanya pengembangan
seni yang merupakan variasi dari seni wayang tumbuh dengan baik. Kegiatan
pelatihan tatah sunggung pun rutin diadakan setiap pulang sekolah bagi para pelajar,
agar sejak dini mereka bukan hanya sekedar tahu namun paham seluk beluk wayang
kulit.
Dengan adanya
tatah sungging ini, secara tidak langsung, saat anak-anak membuat wayang mereka mengetahui sifat-sifat wayang yang
dibuatnya dan otomatis mempengaruhi karakter-karakter anak . Menanggapi hal ini, Bupati Wonogiri, Joko
Sutopo turut mendukung langkah Kampung Wayang Kepuhsari dengan pengalokasian
anggaran untuk pembangunan infrastruktur seperti perbaikan jalan dan jembatan untuk mempermudah
akses akomodasi. Peran pemerintah untuk pemerintah desa sendiri sebenarnya
sudah sangat mendukung meskipun secara
kontribusi belum maksimal.
Tidak hanya itu,
pihak pemerintah pusat pun turut memberikan perhatian kepada pengrajin di
Kampung Wayang ini. Dengan memberikan kepercayaan untuk memproduksi souvenir
dan undangan event Asian Games 2018 yang diberikan kepada para tamu undangan
dari dalam dan luar negeri . Hasil nyata dari
integritas para relawan dalam pelatihan
wayang tersebut dapat terangkum dalam 5
nilai utama pendidikan karakter.
1. Yang pertama dari segi religiusitas para
pemuda semakin terhindar dari kegiatan negatif dan semakin mendekatkan diri
kepada Tuhan.
2. Kedua dari sisi nasionalisme, dengan
pelatihan tersebut menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air yang
diwujudkan dengan pelestarian budaya
wayang .
3. Ketiga dari aspek kemandirian, dengan
kerja keras dan disiplin dalam belajar
kreatif membuat wayang, para siswa dapat
menjual hasil karyanya sehingga menambah
uang saku dan bahkan membantu orang tua
dari sisi ekonomi .
4. Keempat, nilai gotong royong, dengan
pembuatan wayang siswa dan masyarakat secara langsung telah menumbuhkan nilai
moral yang baik, antara lain kerjasama,
solidaritas, kekeluargaan, dan aktif
pada kegiatan sosial.
5. Kelima dari sisi integritas, siswa
dapat belajar tentang kesabaran dalam
proses berkarya, kejujuran, tanggung
jawab, dan komitmen.
Dengan
diciptakannya langkah kecil dari kampung wayang tersebut, diharapkan dapat
menjadi salah satu langkah pelestarian
budaya yang kini mulai terkikis
eksistensinya. Selain itu diharapkan para pemuda kembali memiliki semangat
untuk lebih mengenal dan melestarikan
kebudayaan asli milik kita terutama wayang. Kekayaan kebudayaan yang kita
miliki bukanlah suatu hal kuno untuk kita tinggalkan, bukan pula untuk menjadi
tabu untuk kita kenalkan. Namun jadikan setiap budaya yang kita miliki sebagai
sarana pendidikan dan pembelajaran untuk membentuk karakter pribadi kita, untuk
menunjang pengetahuan kita, dan selanjutnya menjadikan Indonesia sebagai bangsa
maju berbudaya.