Minggu, 25 Juli 2021

Budaya Yang Hilang

 

Budaya Yang Hilang


Surabaya adalah ibukota provinsi jawa timur dan termasuk kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia. Sejak zaman penjajahan sudah mengenal berbagai kebudayaan yang begitu kaya dan makmur pada saat itu. Budaya yang dapat kita jumpai di Surabaya adalah tari-tarian, reog, ludruk, wayang dan lain sebagainya.

Wayang

Wayang adalah kesenian tradisional, tradisi yang sudah mengakar puluhan bahkan ratusan tahun. Wayang memeng sulit dipelajari, tapi setidaknya kita harus mengenal wayang karena wayang merupakan kebudayaan Indonesia jadi kita sebagai warga indonesia wajib menenal wayang. Sebagai generasi muda kita tidak beleh lupa oleh akar budaya. Walaupun kalian kerja atau bersekolah diluar negri kita harus tetap mengenal wayang sehingga kita juga bisa memperkenalkan budaya kita ke orang luar. Macam – macam wayang :

1. Wayang Beber

2. Wayang Purwa

3. Wayang Golek

4. Wayang Orang

5. Wayang Klitik

Ludruk

Ludruk adalah suatu kesenian drama tradisional dari Jawa Timur. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik. Ludruk tidak harus merujuk kisah legenda, mitos, maupun sejarah yang biasanya dilakukan oleh ketoprak. Kesenian ini sangat unik, menyenangkan, dan harus ada karena luruk bisa mengambil cerita apasaja yang ada dikehidupan masyarakat. Sampai saat ini di jawa timur hanya ada 20 kelompok ludruk, 15 kelompok diantanya hanya main jika mendapatkan tanggapan saja, 4 diantaranya komunitas, dan kelompok adalah satu-satunya yang mampu menjaga eksistensi ludruk dengan komitmen. Ludruk adalah salah satu seni teater terbesar, karena ada seni tari, seni rupa, seni suara, seni musik, seni perannya,  dan banyak seni lainnya yang dikemas menjadi satu dalam Ludruk.

Dan didalam satu dunia ini bisa bercerita apa saja, dan ludruk itu tidak baku. Jika memainkan peran si pitung, berarti berasal dari bangsa betawi. Jika main untung suropati, berasal dari Bali. Jika main sawunggalih berasal dari surabaya. Dan ada juga bahasa cinanya.  Selain menjaga eksistensi, juga harus berinovasi. Selain cerita-cerita tadi, ludruk juga mengikuti eksistensi saat ini agar mereputasi, untuk anak-anak, untuk orang dewasa. Dan ludruk bukan kesenangan yang stagnan (Kesenangan yang berenti), tetapi berkembang terus, dari zaman cak santi terus berkembang mengikuti perkembangan zaman. Sampai diludruk ada mobil, ya itu mungkin saja bisa terjadi, karna ludruk terus mengikuti perkembangan zaman. Karna dapat diumpamakan panggung ini adalah sebuah dunia yang mana semua cerita ada disini. Ludruk mempunyai beberap keistimewaan :

1.   Ludruk merupakan salah satu kesenian daerah yang mengandung banya unsur seni didalamnya

2. Ludruk tidak menggunakan naskah, namun setiap pemerannya mampu melakukan improvisasi dengan baik, dan berperan sesuai tokoh yang diperankannya.

3. Cerita ludruk menceritakan atau mengisahkan tentang bermacam-macam kehidupan di dunia jadi banyak hikmah yang bisa kita ambil dari pemeranan ludruk.

Pesannya : kalian harus ingat, kesenian itu, khususnya ludruk, itu adalah kesenian yang tidak bisa ternilai. Kesenian yang tidak bisa diukur dan berbeda dengan tambang, emas yang bisa diukur dan dinilai. Tetapi kesenian dan kebudayaan tidak ternilai karna itu sangat perlu diperhatikan dan dilindungi, bahkan jika perlu diklaim menjadi kekayaan tak benda warisan dunia. Seiring berjalannya waktu, budaya-budaya tradisional yang diwariskan bangsa ini akan luntur, dan bahkan akan hilang suatu saat nanti. Akibat munculnya budaya baru yang akan menghapuskan budaya ini. Sudah banyaknya kalangan masyarakat dan anak mudah terpengaruh budaya modern yang begitu cepat menusuk kehati dan naluri mereka, sehingga budaya tradisional sendiri mulai diabaikan, bahkan menghilang.

Link Youtube :

https://youtu.be/o574bkYAd3Y

Resensi Buku "Sukma Intelektualisme" oleh Bidang RPK PK IMM Buya Hamka Jakarta Selatan

 


Setiap manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan mempunyai akal atau intelektual. Intelektualisme adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991). Sedangkan, sukma dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai jiwa; nyawa. Pada saat yang sama, penulis menjelaskan bahwa intelektual adalah nyawa/jiwa yang harus tetap dijaga dan dapat dijelaskan sebagai optimalisasi daya pikir melalui akal dengan tujuan untuk menemukan dan menjawab suatu masalah berdasarkan  ilmu.

Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang disebut sebagai wadah intelektual diharapkan dapat mewujudkan berbagai nilai intelektual itu dengan bijak dalam berpikir, berperilaku, dan bertindak dengan berlandaskan etika dan moralitas. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah selalu berpijak pada sebuah sejarah yang membuat IMM ini lahir. Di dalam buku ini dikatakan bagaimana para kader ikatan sudah mulai kehilangan kepeloporannya. Penulis mengingatkan supaya intelektualisme dalam tubuh IMM terus berkembang dan hidup, serta nilai ‘anggun dalam moral, unggul dalam intelektual’ tidak hanya sekedar jargon tetapi diwujudkan di tengah zaman yang selalu berubah dan semakin rumit ini. Dengan meneguhkan kembali semangat untuk berintelektual dan sekaligus menegaskan kembali tanggung jawab IMM sebagai gerakan mahasiswa islam sebagai bentuk manifestasi tujuan keberadaan ikatan.

Tidak hanya tentang intelektualisme saja, pada buku ini penulis juga menggugat aktivisme IMM  dalam tubuh ikatan. Didasari pada pengalaman penulis terdapat tiga hal yang membentuk pola pikir kader saat ini, yaitu pergerakan yang sifatnya jangka pendek, anti-kritik, dan minim refleksi serta kontribusi. Berorganisasi di IMM tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang organisasi dan pembelajaran tidak hanya saat perkaderan saja, tetapi dalam menjalaniaktivitas ber-IMM secara lebih luas kepada masyarakat.

Kata sukma sangat tepat untuk menunjukkan keberadaan intelektual itu masih ada dalam kepribadian kader IMM yang harus selalu dijaga dan diwujudkan dengan kepribadian akhlak yang mulia.Oleh karena itu, dengan cara ini, akademisi Islam akan mencapai bentuk sejati mereka bukan hanya sebagai perwujudan keindahan karakter, tetapi sebagai praktik nyata dari penalaran, kepribadian, dan  tindakan. Sukma intelektualisme memperhatikan bagaimana nilai intelektualisme dapat tercermin dalam hati, sikap, dan tindakan.

Sebagai bagian dari gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), membaca buku ini sangat berarti bagi jiwa intelektual kader dan bagian IMM ini untuk benar-benar mewujudkan tujuan IMM. Selain itu, dengan membaca buku ini, dapat memberikan refleksi pandangan kita terhadap kaum intelektual, yaitu kaum intelektual tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga cerdas secara organisasi dan  masyarakat sosial.

Secercah Harapan Tetuka

  Secercah Harapan Tetuka Seperti yang kita tahu bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi....