Setiap
manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam keadaan mempunyai akal atau
intelektual. Intelektualisme adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk
memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan
lingkungan dan masalah-masalah yang timbul (Gunarsa, 1991). Sedangkan, sukma dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai jiwa; nyawa. Pada saat
yang sama, penulis menjelaskan bahwa intelektual adalah nyawa/jiwa yang harus
tetap dijaga dan dapat dijelaskan sebagai optimalisasi daya pikir melalui akal dengan
tujuan untuk menemukan dan menjawab suatu masalah berdasarkan ilmu.
Kader
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang disebut sebagai wadah intelektual
diharapkan dapat mewujudkan berbagai nilai intelektual itu dengan bijak dalam
berpikir, berperilaku, dan bertindak dengan berlandaskan etika dan
moralitas. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah selalu berpijak pada sebuah sejarah
yang membuat IMM ini lahir. Di dalam buku ini dikatakan bagaimana para kader
ikatan sudah mulai kehilangan kepeloporannya. Penulis mengingatkan supaya
intelektualisme dalam tubuh IMM terus berkembang dan hidup, serta nilai ‘anggun
dalam moral, unggul dalam intelektual’ tidak hanya sekedar jargon tetapi
diwujudkan di tengah zaman yang selalu berubah dan semakin rumit ini. Dengan
meneguhkan kembali semangat untuk berintelektual dan sekaligus menegaskan
kembali tanggung jawab IMM sebagai gerakan mahasiswa islam sebagai bentuk
manifestasi tujuan keberadaan ikatan.
Tidak
hanya tentang intelektualisme saja, pada buku ini penulis juga menggugat
aktivisme IMM dalam tubuh ikatan.
Didasari pada pengalaman penulis terdapat tiga hal yang membentuk pola pikir
kader saat ini, yaitu pergerakan yang sifatnya jangka pendek, anti-kritik, dan
minim refleksi serta kontribusi. Berorganisasi di IMM tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang
organisasi dan pembelajaran tidak hanya saat perkaderan saja, tetapi dalam
menjalaniaktivitas ber-IMM secara lebih luas kepada masyarakat.
Kata sukma sangat tepat untuk menunjukkan keberadaan intelektual itu masih ada dalam kepribadian kader IMM yang harus selalu dijaga dan diwujudkan dengan kepribadian akhlak yang mulia.Oleh karena itu, dengan cara ini, akademisi Islam akan mencapai bentuk sejati mereka bukan hanya sebagai perwujudan keindahan karakter, tetapi sebagai praktik nyata dari penalaran, kepribadian, dan tindakan. Sukma intelektualisme memperhatikan bagaimana nilai intelektualisme dapat tercermin dalam hati, sikap, dan tindakan.
Sebagai bagian dari gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), membaca buku ini sangat berarti bagi jiwa intelektual kader dan bagian IMM ini untuk benar-benar mewujudkan tujuan IMM. Selain itu, dengan membaca buku ini, dapat memberikan refleksi pandangan kita terhadap kaum intelektual, yaitu kaum intelektual tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga cerdas secara organisasi dan masyarakat sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar