RINGKASAN
BAB IX
PERIODESASI KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH
A. Era Awal
1. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Fase awal merupakan fase perintisan organisasi
Muhammadiyah. Wilayah kerjannya masih
dibatasi di lingkungan Kauman dan sekitarnya.
Periode awal ini begitu berat dijalankan oleh
Dahlan dan para muridnya mengingat tantangan
dakwahnya sungguh luar biasa.
2. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)
Dalam masa KH. Ibrahim, Muhammadiyah semakin berkembang
meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain ini terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun ulama Muhammadiyah
untuk mengadakan penelitian dan pengembangan
hukum-hukum agama.Dan dalam periode ini pula
angkatan muda memperoleh bentuk organisasi
yang nyata, dimana pada tahun 1931 Nasyi’atul
Aisyiyah (NA) berdiri dan menyusul satu tahun
kemudian Pemuda Muhammadiyah (PM).
3. Periode KH. Hisyam (1932-1936)
Pada periode KH Hisyam, usaha-usaha dalam
bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang
mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih
banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat
dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha
Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan
penertiban dan pemantapan administrasi organisasi
sehngga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah
geraknya.
4. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)
KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah
yang sangat berpengaruh yang berhasil membentuk dan mengisi gerakan
Muhammadiyah lebih berisi dan mantap, seperti pengokohan kembali
hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah.
Wujudnya berupa pengaktifan majelis Tarjih, sehingga mampu
merumuskan ”masalah lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, agama,
qiyas, sabilillah, dan Ibadah.
B. Era Perjuangan Kemerdekaan
1. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki bagus Hadikusumo dalam suasana transisi dari penjajahan belanda, usaha-usaha pemerintah
Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi
kemerdekaan. Pada masa ini, kehidupan Muhammadiyah cukup berat.
Pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara
di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun
dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan.
C. Era Orde Lama
1. Periode A.R.Sutan Mansyur (1952-1959)
KH. AR. Sutan Masyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar
Muhammadiyah XXXIII di Purwokerto. Sebenarnyan beliau tidak termasuk 9 orang terpilih.Kesembilan orang terpilih
adalah HM. Yunus Anis (10945), HM farie Ma’ruf
(10812), Hamka (10011), KH.A. Badawi (9900),
KH. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimejo
(8568), Dr. Syamsuddin (6654), A. Kahar Muzakir
(5798), dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan
tetapi karena yang sembilan orang terpilih ini tidak
ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka
mereka sepakat untuk menunuk beliau sebagai
ketua PB Muhammadiyah.
2. Periode KH.M. Yunus Anis (1959-1962)
Pada era Yunus Anis, negara Indonesia sedang
berada dalam kegoncangan sosial dan politik,
sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi
gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka
mengatasi berbagai kesulitan, akhiranya mampu
merumuskan suatu pedoman penting berupa
Kepribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian
Muhammadiyah bisa menempatkan kembali
kedudukanya sebagai gerakan dakwah Islam amar
ma’ruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.
3. Periode KH.Ahmad Badawi (1962-1968)
Kesulitan yang dihadapi Muhammadiyah belum
habis, terutama disebabkan oleh kegiatan partai
Komunis Indonesia yang semakin keras dan berani,
sehingga di beberapa tempat Muhammadiyah
mengalami kesulitan. Di mana-mana seluruh
kekuatan rakyat Indonesia sibuk mengikuti
gerak revolusi yang tidak menentu di bawah
kekuasaan tunggal soekarn, yang pada akhirnya
disusul dengan kup komunis pada tahun 1965.
pada saat itu seuruh barisan orde baru, termasuk
di dalamnya Muhammadiyah, ikut tampil memberantas komunisme
beserta segenap kekautanya. Dengan tandas KH. Ahmad Badawi berfatwa ”membubarkan PKI adalah ibadah”. Dan dengan prestasi yang
ditunjukan oleh Muhammadiyah dalam membangun orde baru, akhirnya
Muhammadiyah mendapat pengakuan sebagai organisasi sosial yang
mempunyai fungsi politik riil. Artinya Muhammadiyah secara resmi
memasuki lembaga-lembaga politik kenegaraan, baik dalam lembaga
legislatif maupun eksekutif.
C. Era Orde Baru
1. Periode KH. Fakih Usman/KH.AR.Fakhruddin (1968-1971)
Tidak lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan
KH. Faqih Usman10 sebagai ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
beliau dipanggil kehadirat Allah SWT. KH. AR. Fahruddin sebagai ketua
I Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1968-1971 oleh sidang tanwir
ditetapkan sebagai pengganti beliau.
2. Periode KH.Abdur Rozak Fakhruddin (1971-1990)
Pada periode Pak AR11 ini usaha untuk
meningkatakan kualitas persyarikatan selalu
diusahakan, baik kualitas organisasi maupun
kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas
organisasi meliputi jajdid di bidang keyakinan dan
cita-cita hidup serta khittah dan tajdid organisasi.
Sedangkan peningkatan kualitas operasionalnya
meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah
dan da’wah jama’ah serta pemurnian amal usaha
Muhammadiyah.
3. Periode KH.A.Azhar Basyir (1990-1995)
Pada periode KH. A. Azhar Basyir, MA12
dirumuskan beberapa kebijakan antara lain:
a. Program Muhammadiyah Jangka
Panjang (25 tahun)
b. Program Muhammadiyah tahun 1990-
1995, yang meliputi: 1) Bidang konsolidasi gerakan, 2) Bidang Pengkajian dan Pengembangan, 3) Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat.
4. Periode Prof. Dr. HM.Amin Rais (1995-2000)
Pada periode Amien
Rais,
13 dirumuskan program
Muhammadiyah tahun 1995-
2000 dengan mengacu pada antara
lain: 1)masalahglobal, 2)masalah
dunia Islam, masalah nasional, 3)
permasalahan Muhammadiyah,
4) pengembangan pemikiran,
yang terdiri: pemikiran
keagamaan, ilmu dan teknologi,
pengembangan basis ekonomi,
gerakan sosial kemasyarakatan, dan PTM sebagai basis gerakan keilmuan/
pemikiran.
D. Era Reformasi
1. Periode Prof. Dr. H. A. Syafii Maarif (2000-2005)
Pada era Buya Syafii,
14 hiruk pikuk persoalan kebangsaan mencuat dan membutuhkan respon cerdas untuk
mengatasinya. Persoalan konflik
keagamaan dan etnis, ekonomi,
social, dan politik menjadi menu
sehari-hari anak bangsa ini. untuk
itulah, Muhammadiyah sebagai
organisasi keagamaan modern
mempunyai tanggung jawab untuk
berkontribusi bagi problem solving
bangsa ini. Buya syafi’I, yang
menjadi ketua PP. Muhammadiyah waktu itu, berhasil menggerakan
dinamika persyarikatan dalam rangka merespon persoalan kebangsaan
tersebut. Untuk itu, paling tidak ada beberapa peran yang dimainkan oleh
Muhammadiyah pada kepemimpinan Buya Syafi’I, yaitu: 1) Peningkatan
peran kebangsaan, 2) Pedoman Hidup Islami, 3) Perubahan UUD, 4)
Dakwah Kultural.
2. Periode Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin (2005-2010 Dan 2010-2015)
Seiring dengan bergulir dan perkembangan reformasi di Indonesia,
dinamika internal organsisasi juga mengalami fluktuatif dan dinamik.
Pada era Prof. Din Syamsuddin,
15
dinamika internal Muhammadiyah
baik dari sisi pemikiran maupun aksi
menunjukan trend meningkat.
BAB X
DAKWAH DAN PENGKADERAN MUHAMMADIYAH
A. Pengertian Dakwah
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa
Arab (Da’a – Yad’u) yg berarti panggilan, ajakan (seruan). Pelaku Dakwah disebut
dâ’i/dâ’iyah (mufrad) & du’ât (jama’). Huruf “ha” dalam kata da’iyah berfungsi
sebagai mubâlaghah (superlatif ). Ibnu Manzhur dlm Lisan Al-‘Arab mengatakan:
du’at adalah orang-orang yang mengajak manusia untuk bersumpah-setia (bai’at)
pada petunjuk atau kesesatan. Da’i ila-llah adalah orang yang mengajak manusia
dengan perkataan & perbuatannya kepada Islam, menerapkan manhajnya, memeluk
Aqidahnya serta melaksanakan Syariatnya.
Sedangkan
menurut istilah para ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang
dakwah. Ahmad Mubarok mendefinisikan dakwah adalah pekerjaan mengkomunikasikan
pesan Islam kepada manusia. Secara lebih operasional, dakwah adalah mengajak
atau mendorong manusia kepada tujuan yang definitive yang rumusanya bisa
diambil dari al Qur’an dan Hadits, atau dirumuskan oleh da’I, sesuai dengan
ruang lingkup dakwahnya. Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan,
atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi
maupun masyarakat.
B. Kewajiban dan Keutamaan Dakwah
1. Kewajiban Dakwah
Sejak awal, Islam sudah merupakan agama dakwah,
yaitu agama yang menetapkan bahwa menyebarkan kebenaran dan mengajak orang
untuk menganut ajaran Islam sebagai ajaran Allah adalah tugas suci nabi
Muhammad, dan tugas suci bagi para penerusnya. Oleh sebab itu ada yang
berpendapat bahwa dakwah adalah hukumnya fardu ‘ain, dan ada yang berpendapat
fardu kifayah.
2. Keutamaan Dakwah di Jalan Allah
a. Penda’i sebagai umat yang terbaik (QS. Ali Imran 110)
b. Penda’i sebagai orang yang beruntung (QS. Al-Ashr 1-3)
c. Penda’i sebagai orang yang perkataannya paling mulia (QS.
Al-Fushilat 33)
d. Penda’i sebagai seorang penolong yang lain (QS. At-Taubah
71)
C. Strategi Dakwah
Dalam dunia da’wah Islam istilah strategi
dikaitkan dengan siasat da’wah berdasar pada beberapa prinsip dan pola
pelaksanaannya. Di lingkungan Muhammadiyah istilah “strategi perjuangan” sering
dikaitan dengan “khittah perjuangan” Muhammadiyah yang menyangkut pola dasar
dan strategi program Persyarikatan. Bahkan dalam kaitan program, istilah
strategi dikaitkan sebagai garis kebijaksanaan yang menyangkut kristalisasi,
konsolidasi, dan kaderisasi. Pada muktamar Muhammadiyah ke-42 masalah strategi
lebih dioperasionalkan lagi, yaitu dikaitkan dengan strategi program jangka
panjang, termasuk strategi da’wah Muhammadiyah menghadapi era informasi dan
industrilisasi.
D. Objek Dakwah
Objek atau sasaran dakwah adalah manusia
perorangan dan/atau masyarat. Secara sosio-psikologis, objek dakwah dapat
dikelompokkan menjadi:
a. Dilihat dari segi sosio-geografis, terdapat
masyarakat kota, pedesaan, pedalaman, terasing, terpencil, terpencar,
termarginalkan.
b. Dilihat dari segi struktur kelembagaan,
terdapat masyarakat keluarga, masyarakat, pemerintah.
c. Dilihat dari segi sosio-budaya, terdapat
masyarakat priyayi, pejabat atau punggawa, rakyat jelata atau wong cilik,
santri, abangan.
d. Dilihat dari segi tingkat usia, terdapat
kelompok anak, remaja, orangtua, umum
e. Dilihat dari segi profesi atau pekerjaan,
terdapat petani, pedagang, seniman, pengusaha, politikus, buruh, karyawan,
pegawai negeri sispil, tentara, polisi, pengacara, budayawan, wartawan, guru,
dosen, pelajar,mahasiswa, dokter, dll.
f. Dilihat dari segi tingkat status ekonomi,
terdapat golongan miskin, menengah, kaya, atas, elit, dll.
g. Dilihat dari segi jenis kelamin, terdapat
kelompok wanita, pria, waria.
h. Dilihat dari segi ciri khusus, terdapat
masyarakat tuna wisma, tuna susila, tuna karya, tuna netra, tuna daksa, tuna
grahita, tuna rungu, narapidana, dll.
i. Ditinjau dari segi kasta terdapat kelompok sudra, aria,
ksatria, brahmana.
j. Dilihat dari kepemelukan agama, terdapat kaum ijabah atau
muslim, kaum dakwah atau non muslim, dan kaum mualaf atau baru masuk Islam.
Menurut Baharuddin (2004: 273) sebagai sasaran dakwah manusia memiliki enam
dimensi potensi untuk memenuhi kebutuhan, mencari, menemukan, dan menerima
kebenaran, baik kebenaran hakiki maupun kebenaran ilmu pengetahuan. Enam
dimensi tersebut adalah:
a. Al-Jism
b. An-Nafs
c. Al-Aql
d. Al-Qalb
e. Ar-Ruh
f. Al-Fitrah
E. Kompetensi Da’i Muhammadiyah
Seorang dai Muhammadiyah, menurut Amin Rais
harus memilik paling tidak tujuh kompetensi, yakni: (1) pemahaman agama Islam
secara cukup, tepat dan benar; (2) pemahaman hakikat persyarikatan; (3)
memiliki al akhlaq al karimah; (4) mengetahui perkembangan pengetahuan umum yang relative luas; (5)
mencintai audiensdengan tulus; (6) mengenal kondisi lingkungan dengan baik; (7)
mempunyai rasa ikhlas liwajhillah.
F. Sistem Pengkaderan Muballigh Muhammadiyah
1. Pengertian dan Kedudukan Kader
Kader (Perancis: Cadre) berarti elite, ialah
bagian yang terpilih, yang terbaik karena terlatih, berarti jantung suatau
organisasi. Kalau kader suatu organisasi lemah, maka seluruh kekuatan
organisasi juga lemah. Kader berarti pula inti tetap dari suatau resimen. Daya
juang resimen ini sangat tergantung dari nilai kadernya, yang merupakan tulang
punggung, pusat semangat dan wawasan masa depannya.
Dalam bahasa lain, Kader (quadrum) berarti
empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat kita
definisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu
merupakan inti dan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang lebih besar
dan terorganisir secara permanen. Fungsi dan kedudukan kader dalam suatu organisasi
dengan demikian menjadi sangat penting karena kader dapat dikatakan sebagai
inti penggerak organisasi.
2. Visi dan Misi Pengkaderan Muhammadiyah
Visi Pengkaderan Muballigh Muhammadiyah diarahkan untuk menjadi
pusat pembinaan dan pengembangan kader muballigh yang handal dalam pengembangan
persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwahn dan Tajdid yang kokoh dan
Islami. Kader Muballigh Muhammadiyah adalah pribadi yang memiliki sifat-sifat
keIslaman (muslim), keimanan hannan (peka dan peduli terhadap lingkungan),
jihad (dedikasi dan kejuangan yang tinggi) dan istiqomah (teguh pendirian dan
tahan uji), serta memahami visi dan misi perjuanagn Muhammadiyah.
Misi Pengkaderan Muballigh Muhammadiyah adalah sebagai berikut
:
-Merumuskan kembali konsep kader dan SDI Muballigh dan
Da’I Muhammadiyah yang sesuai dengan visi dan misi perjuangan Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam dan gerakan dakwah dan tajdid fil Islam, yang mampu
memberikan arah pada setiap perkembangan dan perubahan jaman.
-Merumuskan kembali system dan strategi pembinaan dan pengembangan
Kader Muballigh dan Da’I dalam Muhammadiyah yang sesuai dengan kebutuhan persyarikatan
menghadapi perubahan masyarakat dengan tetap berpegang pada visi dan missi
perjuangan.
-Melaksanakan program dan kegiatan pengadaan, pembinaan
dan pengembangan Kader Muballigh dan Da’I Muhammadiyah secara kontinyu dan
simultan, sesuai visi-misi dan perkembangan jaman.
-Mengembangkan dan menyempurnakan system manajemen pembinaan,
pendayagunaan dan pengembangan kader Muballigh dan Da’I Muhammadiyah, dengan
berlandaskan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, akurasi, dan kesinambungan
perjuangan Muhammadiyah.
BAB XI
MUHAMMADIYAH DAN TANTANGAN IDEOLOGI
YANGMEMBAHAYAKAN DAKWAH ISLAM
A. Sekulerisme
Kata sekularisme,
berasal dari kata sekuler dari bahasa latin saeculum yang mempunyai dua
konotasi yaitu waktu dan lokasi (tempat). Waktu menunjuk pada pengertian
sekarang atau kini, saat ini. lokasi menunjuk pada pengretian dunia atau
duniawi. Secara istilah, sekularisme adalah suatu system tata susila yang
didasarkan pada prinsip-prinsip moral alamiah dan terlepas dari ajaran agama
atau alam gaib. Pandanganan tersebut secara eksplisit mengunkapkan bahwa
pengaruh agama harus dikurangi dalam kehidupan social manusia, atau dengan
ungkapan lain tata moral, kebudayaan, pendidikan, politik dan lain-lain harus
dipisahkan sama sekali dengan agama.
Dalam perspektif
Islam, sekularisme bertentangan dengan nilaia-nilai Islam. Karena agama
dianggap tidak lagi mempunyai peran dalam ranah publik, tetapi hanya berfungsi
untuk wilayah private. Padahal dalam Islam, seluruh dimensi kehidupan manusia
baik private maupun public merupakan objek bagi berlakunya nilai-nilai agama.
Untuk itulah, sekularsme sering diasosiasikan sebagai perwujudan modern dari
paham dahriyah atau matrialisme.
B. Nativisme
Nativisme berasal dari kata native yang bermakna asli, asal mula. Atau
paham yang menekankan penonjolan keaslian atau kepribumian.
4 Secara
istilah, nativisme adalah kerohanian khas dari satuan bangsa (suku suatu
bangsa), sejauh itu berasal dan diperkembangkan di tengah-tengah bangsa
itu sendiri dan tidak dipengaruhi oleh kerohanian bangsa lain atau meniru.
Dengan ungkapan lain, nativisme adalah gerakan kembali kepada kerohanian
bangsa sendiri, nenek moyang dahulu, dan meninggalkan kerohaniankerohanian yang dianggap tidak genuine dari bangsanya sendiri atau berasal
dari luar bangsanya. Dalam perspektif Islam, kembali kepada tradisi nenek
moyang adalah sesuatu yang mubah (diperbolehkan) asalkan tradisi tersebut
tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Sehingga tidak dibenarkan
dengan alasan mengikuti tradisi nenek moyang, kemudian meninggalkan
nilai-nilai Islam, bahkan menentangnya.
C. Kapitalisme
Kapitalsime
adalah suatu pandangan yang semata-mata mementingn modal guna mendapatkan modal
yang lebih besar lagi. Cirikhasnya adalah para para pengusahan menguasai modal.
Kepemilikan modal ini berhadapan dengan tenaga kerja. 5 Istilah kapitalisme
berasal dari negarawan dan sejarawan perancis Louis Blanc (1881). Aliran
capitalism mulai berkembang sejak abad ke-11 ketika perdagagan internasional
mulai dilakukan, dan menemukan momentumnya pada saat revolusi industri di
Eropa. Saat ini kapitalisme merupakan system ekonomi yang sangat dominan dalam
konteks ekonomi global.Kapitalisme sebagaisebuah tata nilai, banyak yang tidak
sejalan dengan nilai-nilai agama. Diantara nilai-nilai kapitalisme yang
bertentangan dengan Islam adalah sebagai berikut, yaitu 1) Kapitalisme tidak
bisa tumbuh dan berkembang tanpa riba dan monopoli, 2) Penimbunan kekayaan di
tangan milik capital dan penyusutan secara relative pemilikan oleh kaum
pekerja, 3) Kapitalisme menimbulkan kolonialisme, 4) Berlebih-lebihan dalam
mengeksploitasi keuntungan, sehingga berakibat pada praktik pemborosan dan
kosupsi, 5) Menimbulkan matrialisme atheistis, menentang spiritualisme dan
agama, 6) Hanya menerima realitas matrial (alam benda) dan kehidupan duniawi
yang singkat.
D. Sosialisme
Sosialisme secara umum adalah doktrin ekonomi
yang berparadigma tentang kepemilikan untuk kesejahteraan umum. Sementara
secara politik, sosialisme merupakan ajaran yang menolak susunan masyarakat
yang bersendikan milik perorangan atas alat-alat produksi; ia memihak golongan
miskin dan berpunya (proletar). Sosialisme dalam kontek ideologi negara
dipahami sebagai teori yang mengajarkan bahwa negara berhak meratakan kekayaan
ada di antara manusia, milik pribadi dihapus dan diganti menjadi milik negara
disertai dengan pengawasan industri penting dan jasa, motif produksi tidak laba
tetapi keperluan sosial (sosial need).
E. Humanisme
Menurut Ali Syaria’ati, 8 humanism adalah suatu
mazhab yang tujuan pokonya adalah kebebasan dan kesempurnaan manusia yang
dianggap sebagai makhluk utama, dan yang prinsipnya berdasarkan pada respon
kebutuhan dasar yang membentuk keistimewaan manusia. Manusia adalah makhluk
utama yang mempunyai esensi unik sebagai suatu penciptaan yang bersifat mulia.
Hanya humanism berorientasi pada sisi manusia, dan mengabaikan nilai-nilai
ilahiyah. Sehingga, humanism pada satu sisi bertentangan dengan agama, dalam
hal ini dengan ajaran Islam, disebabkan paling tidak ada dua alasan, yaitu:
1)Terseret dalam matrialisme, 2) Atheistis dan pengingkaran pada nilai-nilai
ilahiyah. Untuk itu, ajaran humanism harus disikronkan dengan nilai-nilai
agama, menjadi humanism religious atau humanism Islam, sehingga kedua nilai
dapat saling melengkapi antara satu dengan yang lain, dan tidak saling
menafikan.
F. Pragmatisme
Pragmatisme adalah kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai
suatu ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan, dsb), bergantung
pada penerapannya bagi kepentingan manusia. 9 Secara bahasa pragmatism berasal
dari bahasaYunani, pragma yang berartitindakan atau perbuatan. Pragmatism
merupakan aliran filsafat yang berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal abad
20 di Inggris dan Amerika. Menurut aliran ini, criteria kebenaran suatu
kenyataan dan kebaikan suatu kaidah terletak pada kegunaanya di dalam kehidupan
sehari-hari. Benar tidak suatu pengetahuan, bila terbukti manfaatnya bagi
masyarakat umum.
G. Zionism
Zionisme
adalah nama gerakan bagi sekelompok kaum yahudi yang mencita-citakan dan
memperjuangkan tegaknya kembali negara Israel. Gerakan zionisme didirkan oleh
Theodore Hezrl pada tahun 1897. Salah seorang tokoh zionis, Chaim Weizman
berhasil membujuk pemerintah Inggris dan menghaslkan deklarasi Balfour pada
1917, dimana menjanjikan suatu Negara kebangsaan kepada orang Yahudi. Pada
tahun 1948, NegaraYahudi berdiri dan mendapatkan pengakuan PBB berkat usaha
lobi para tokoh zionisme seperti Wiezman, Davin Ben Gurion, dan organisasi Jewish
Agency. Zionisme
mempunyai organ-organ rahasia demi mewujudkan citacita mereka dengan segala
cara untuk menghancurkan Kristen dan Islam. Salah satu contoh organisasi
rahasia zionisme adalah free mansonry (free mason, Masonic). Tujuan utama dari
zionisme adalah mengembalikan haikal Sulaiman, karena itu dianggap sebagai
symbol kedaulatan Yahudi. 11 Maka sangat wajar jika zionisme dipahami juga
sebagai gerakan politik yang dilegitimasi oleh doktrin-doktrin agama yang
menghendaki agar orang-orang Yahudi menguasai seluruh wilayah palestina tanpa
terkecuali.
H. Atheism
Atheism secara etimologi dari Bahasa Yunani yang
artinya tanpa tuhan, jadi Atheisme adalah paham yang tidak mengakui akan
keberadaan tuhan. Atheis menganggap bahwa keberadaan tuhan itu palsu. Tuhan
yang dimaksud adalah mengacu pada keberadaan realistis independen, pencipta
alam semesta, dan pemilik kekuasaan yang tidak tergugat, bijak sana, dan maha
segalanya. Atheis dapat dibedakan dalam tiga bentuk yaitu atheis yang
benar-benar tidak menyediakan tuhan dalam hidupnya, atheis yang tidak mempunyai
peran apa-apa, dan atheis yang mengakui adanya tuhan tetapi tidak semuanya
memiliki peran.
I. Hedoism
Hedoisme secara Bahasa
dimakai sebagai pandangan yang menganggap kesenangan dan keikmatan materi sebagai
tujuan utama dalam hidup. Kebahagiaan menurut orang yang menganut hedoisme
adalah kelezatan dipandang sebagai hal yang baik, begitupun sebaliknya. Dan
untuk mengukur kelezatan, paling tidak
memiliki dua instrument yaitu :
- Pengaruh dan meresapnya kelezatan itu ke
dalam diri manusia.
- Waktu, yaitu rentang atau lama waktunya
Ada dua aliran dalam hedoisme, yaitu:
- Egoistic Hedoisme (kebahagiaan diri)
- Universalitic Hedoisme (kebahagiaan
bersama
J. Fundamentalisme
Istilah fundamentalisme pada awalnya merupakan
khas dunia Kristen. Dimana pada tahun 1909-1915 yang mempublikasikan buku yang
berjudul the Fundalisme : A testimony to the truth yang berisikan
doktrin-doktrin Kristen. Seiring dengan perkembangan situasi, fundamentalisme
menjangakau muslim, walaupun banyak kaun muslimin yang tidak setuju terhadap
istilah tersebut. Untuk itu kaum muslimin istilah fundamentalisme dimaknai
sebagai beragam, tidak tunggal.
K. Fasisme
Yaitu dalam Bahasa latin yang artinya kumpulan
tangkai yang diikat kepada sebuah kapak, yang melambangkan pemerintahan
pemerintah romawi kuno. Fasisme merupakan gerakan ideologis, nasionalis,
politik yang otoriter, radikal, dan totaliter. Fasis berusaha unruk mengatur
bangsa menurut perspektif korporatis, nilai, dan system, termasuk system
politik dan ekonomi. Fasis percaya bahwa bangsa memerlukan kepemimpinan yang
kuat, identitas kolektif tunggal, dan kemampuan untuk melakukan kekerasan dan
peperangan untuk menjaga bangsa yang kuat.
L. Komunisme
Komunisme adalah sebuah ideologi politik dan
ekonomi. Komunisme merupakan kebaikan yang hanya diperuntukan bagi kepentingan
dan keuntungan mansyarakat totalitas. Komnisme mendasar moralnya pada kebaikan
relatif untuk kepentingan kelasnya.
M. Pluralisme
Secara sederhana pluralism dapat diartikan
sebgai paham yang mentoleransi adanya kebeagaman pemikian, peradaban, agama dan
budaya. Jika pluralism agama diakui islam, berarti satu orang pun tidak ada
dikatakan kafir. Tetapi al-Quran secara tegas menyebutkan bahwa orang yang
tidak menerima islam dengan sebutan kafir sebagaimana dalam Q.S Al-Bayyinah ;
6.
N. Satanisme
Setan adlah sebutan bagi
makhluk-makhluk yang berusaha merusak kehidupan manusia. Setan bisa berbentuk
manusia dan jin. Satanisme dapat diartikan sebagai penyembah setan dan
dijadikan sebagai tuhan. Pada dasarnya aliran satanisme ada dua macam yaitu
teistik dan atheistik. Ciri utama pengikut satanisme adalah atheis yaitu tidak
mengakui adanya tuhan, sekaligus materialis, mereka mengingkari adanya tuhan
dan semua makhluk gaib.
M. Pluralisme
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya.
Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi
bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya
menurut logika para pengikutnya.
25 Seandainya ide pluralisme agama ini
memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak ada satupun orang yang
dikatakan kafir. Tetapi al-qur’an dengan sangat tegas menyebut orang ahli
kitab yang tidak menerima Islam dengan sebutan kafir.
BAB XI
PERAN MUHAMMADIYAH DALAMDINAMIKA
SOSIAL DAN POLITIK PADA TINGKATLOKAL,
NASIONAL, DAN GLOBAL
A. Peran Muhammadiyah Dalam
Pembentukan Nation-State
Muhammadiyah sebagai komponen bangsa senantiasa mengutamakan kepentingan
dan kemajuan bangsa di atas segalanya. Oleh karena itu, Muhammadiyah tidak
pernah egois mementingkan dirinya sendiri. Sejak 18 November 1912 M atau 8 Dzulhijjah 1330 H, Muhammadiyah telah
berjuang untuk bangsa. Sang Pencerah, KH. A. Dahlan, menghadirkan gerakan Islam
pembaru ini untuk membebaskan umat dan bangsa dari belenggu kejumudan,
keterbelakangan, dan penjajahan. Kemudian dalam situasi paling krusial, pada
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945,
Muhammadiyah melalui tokoh puncaknya Ki Bagus Hadikusuma, telah memberikan
solusi sangat menentukan di tengah ancaman perpecehan dan keretakan anak bangsa
yang baru satu hari merdeka.
Selain kedua tokoh di atas, banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
berkontribusi bagi nation-state building (pembagunan Negara bangsa) ini.
Diantaranya adalah KH. Mas Mansur, KH. Kahar Muzakir, HAMKA, Jenderal besar
Soedirman, KH. Yunus Anis, Prof. Dr. Rasjidi, Prof. Dr. Amin Rais, dan
sebagainya. Bahkan dua presiden RI lahir dari rahim Muhammadiyah, yaitu Ir.
Soekarno dan Jenderal Soeharto. Mereka semua adalah tokoh-tokoh besar republik
ini dan dinyatakan sebagai pahlawan-pahlawan sejati yang penuh ikhlas demi
bangsa.Pemerintah Indoensia ketika memberikan gelar Pahlawan Nasional untuk Kyai
Haji Ahmad Dahlan, melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 657 tanggal 27
Desember 1961 mendasarkan pada empat pertimbangan yaitu:
(1) KH Ahmad Dahlan telah memelopori
kebangunan Umat Islam Indonesia untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa
terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
(2) Dengan organisasi
Muhammadiyah yang didirikannya telah memberikan ajaran Islam yang murni kepada
bangsanya; Ajaran Islam yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi
masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
(3) Dengan organisasinya
Muhammadiyah telah memelopori amal-usaha sosial dan pendidikan yang amat
diperlukan bagi kebangunan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam;
(4)
Dengan organisasinya bagian Wanita atau ‘Aisyiyah telah memelopori kebangunan
wanita bangsa Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial,
setingkat dengan kaum pria.
B. Muhammadiyah dan Dinamika Politik
Nasional
Pembicaraan mengenai realisasi dakwah dan politik
bukanlah hal baru di Muhammadiyah bahkan dapat
dikatakan bahwa “perdebatan” ini telah
muncul di awal-awal kelahiran Muhamadiyah itu sendiri. Suwarno, misalnya
mencermati adanya pergerakan orientasi dalam sikap dan politik Muhammadiyah sejak kelahiranya. Periode
1912-1937 disebutnya sebagai
orientasi religious-kultural. Orientasi ini bergeser tajam menjadi
politis- struktural (1937-1971), bergeser lagi
menjadi berorentasi sosio-kultural (1971- 1995),
selanjutnya berorientasi politis-kultural (1995-1998).2 Orientasi
politis Muhammadiyah, nampak ketika
organisasi ini membidani MIAI (Majlisul Islam A’la
Indonesia) tahun 1937, membidani PII (Partai Islam Indonesia) tahun 1938, Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) tahun
1945, dan Parmusi (Partai Muslimin
Indonesia) tahun 1969. Kemudian pada era reformasi, peran cultural-politik Muhammadiyah kembali terlihat. Ini dapat dilihat dari kelahiran PAN (partai Amanat Nasional), yang secara kelembagaan politik, walaupun PAN tidak ada kaitanya dengan
Muhammadiyah, karena kelahiranya tidak dibidani oleh Muhammadiyah, tetapi
itu merupakan ijtihad
politik dari sejumlah elite Muhammadiyah. Dalam keputusan
Tanwir 1967 menjelang muktamar ke 38 tahun 1968 dinyatakan tentang beberapa pokok pikiran yang berkaitan dengan
pentingnya khitthah perjuangan Muhamadiyah, yakni kebulatan sikap / tekad Muhamadiyah untuk menetapkan diri sebagai
“Gerakan Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf
Nahi Munkar di dalam bidang social masyarakat”.
C. Muhammadiyah dan Dinamika Gerakan
Ekonomi
Dari awal, Muhammadiyah digerakan oleh kaum pengusaha, pedagang, dan
kalangan Islam kota. Di samping itu, wirausaha reformis merupakan perintis
perdagangan dan industry di kalangan pribumi. Kegiatan ekonomi Muhammadiyah
pada hakiakatnya merupakan bagian terpenting untuk memperlancar gerakan
Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya. Gerakan ekonomi persyarikatan
Muhammadiyah juga akan berdampak pada pemberdayaan ekonomi warganya, dengan
upaya menciptakan lapangan kerja dan mengatasi problem pengangguran yang
semakin besar, dan angka kemiskinan yang makin membengkak yang dapat mengancam
eksistensi iman. Dalam memperbaiki ekonomi anggota, Muhammadiyah bekerja dengan
berbagai pihak terutama dalam bidang perbankan.
Dalam Muktamar ke-43
disebutkan Majelis Pembina Ekonomi membina ekonomi umat melalui tiga jalur:
Pertama, mengembangkan badan usaha milik Muhammadiyah yang merepresentasikan
kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah. Kedua, Mengembangkan wadah koperasi
bagi anggota Muhammadiyah. Dan ketiga, memberdayakan anggota Muhammadiyah di
bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah. Dan
dalam mengembangan ekonomi, Muhammadiyah telah memilki asset atau sumberdaya
yang bisa dijadikan modal. Asset pertama, adalah sumberdaya manusia, yaitu
anggota Muhammadiyah sendiri, baik sebagai produsen, distributor maupun
konsumen. Kedua, kelembagaan amal usaha yang telah didirikan, yaitu berupa
sekolah, universitas, lembaga latihan, poloklinik, rumah sakit, dan panti
asuhan yatim piatu.
D. Muhammadiyah dan Dinamika
Pendidikan
KH Ahmad Dahlan
merasa gelisah terhadap kondisi bangsa yang terjajah. Termasuk dunia pendidikan
juga telah diracuni oleh penjajah demi kepentingan pribadi dan kelangsungan
hidup mereka di bumi pertiwi. Berawal dari keprihatinan yang mendorong
perjuangan melalui bidang pendidikan menjadi perhatian para tokoh – tokoh
pejuang bangsa ini, Diantara yang melatar belakangi perlunya didirikan lembaga
– lembaga pendidikan melalui organisasi Muhamadiyah oleh Kyai Ahmad Dahlan.
Pada saat itu masa penjajahan Belanda abad ke 17 s/d 18 M, bidang pendidikan di
Indonesia harus berada dalam pengawasan dan control ketat VOC. Melihat realitas sejarah pendidikan
Islam, maka pada akhir abad ke 20, banyak kaum cendekia muslim dari Indonesia belajar di
Timur Tengah untuk melakukan pembaharuan dalam bidang pendidikan. Sistem
pendidikan yang dibangun KH Ahmad Dahlan adalah pendidikan yang berorientasi
pada pendidikan modern dengan menggunakan system klasikal. Landasan KH Ahmad
Dahlan dalam mengadopsi pendidikan dari luar banyak diilhami oleh ajaran
Rasulullah,”Hendaknya mempelajari bahasa musuhmu agar tidak diperdaya musuh.”
Serta sabda Nabi ”Tuntutlah Ilmu walau sampai ke Negeri Cina”. Oleh karena itu
system pendidikan yang dibangun Muhammadiyah berupaya untuk mengintegrasikan
antara system pendidikan pesantren dan sekuler dalam bentuk lembaga sekolah.
Menurut KH Ahmad Dahlan nilai dasar pendidikan
yang harus ditegakkan dan dilaksanakan untuk membangun bangsa yang benar yaitu:
pertama, pendidikan akhlak yang berdasarkan pada Al Qur’an dan sunah; kedua,
Pendidikan Individu; ketiga, pendidikan Sosial. Dalam pendidikan, KH Ahmad
Dahlan menekankan pentingnya pengelolaan pendidikan islam yang modern dan professional. Pendidikan Muhammadiyah sebagai amal sholih professional
yang pendirianya dilandasi oleh motivasi teologis bahwa manusia akan mampu mencapai
derajat keimanan dan ketaqwaan yang sempurna apabila mereka memiliki kedalaman
ilmu pengetahuan (Q.S Al Mujadalah: 11) dan ketaqwaan sejati hanya akan diraih
mereka yang berilmu pengetahuan (Q.S Fathir :28 dan Q.S Az Zumar :9).
E. Muhammadiyah dan Dinamika
Gerakan Gender dan HAM
Muhammadiyah
sebagai gerakan pembaharuan Islam mempunyai kepedulian dan perhatian besar bagi
peningkatan kesadaran persamaan antara laki-laki dan perempuan, baik itu
menyangkut melek pendidikan, ekonomi, kesehatan dan politik. Untuk itulah, KHA
Dahlan pada awal berdirinya Muhammadiyah, pada tahun 1914, mendirikan gerakan
bernama “Sapa Tresna” yang merupakan perhimpunan Ibu-ibu Muhammadiyah yang focus
kegiatannya pada memelihara anak yatim, mendirikan sekolah wanita, pelatihan
ketrampilan membatik, mengirimkan Mubalighat ke kampungkampung, dan mengadakan
kursus-kursus untuk para pegawai putri. Perhimpunan ini di kemudian hari
dikenal dengan Aisyiyah. Di samping Aisiyah, Muhammadiyah juga mempunyaisayap organisasi
putri yang dikenal Nasyia’atul Aisiyah.
Disamping Muhammadiyah berkontribusi
positif bagi gerakan sadar gender, Muhammadiyah juga terlibat dalam gerakan
untuk penyadaran pentingnya hak asasi manusia (HAM). Dalam kaitan ini,
Muhammadiyah banyak merancang kegiatan-kegiatan yang bersifat asertif 4 dan
afirmatif terhadap isu-isu hak asasi manusia seperti misalnya membendung radikalisme
dan terorisme, kekerasan agama, penanganan konflik social, kepedulian terhadap
defabelitas, law enforcement dan good governance. Bahkan dalam kaitanya dengan
isu HAM ini, Muhammadiyah telah mendirikan lembaga hukum dan HAM dari tingkat
pusat sampai tingkat daerah. Dan untuk memperkuat desiminasi kesadaran HAM
tersebut secara luas, Majelis Dikdasmen PP.
F. Muhammadiyah dan Dinamika Hubungan Antar Agama
Muhammadiyah sebagai organisasi masa Islam
terbesar di Indonesia mempunyai peran penting dalam dinamika hubungan antar
agama dan umat beragama. Dalam rangka untuk menjaga kerukanan umat beragama, Muhammadiyah
banyak melakukan upaya-upaya preventif strategic, disamping juga kuratif dengan
mengedepankan kerja sama dengan berbagai pihak. Sebagai contoh, Muhammadiyah
senantiasa bergandengan dengan tokoh-tokoh lintas agama dalam rangka membedung
konflik keagamaan, radikalisme, dan terorisme. Ketika terjadi konflik Ambon
beberap tahun yang lalu, Muhammadiyah bekerja sama dengan komunitas Kristen membangun
sekolah persatuan (bersama) dalam rangka untuk mengurangi trauma kecurigaan
antar golongan yang pada saat itu terbelah. Upaya ini mendapatkan apresiasi
yang positif, karena mempercepat upaya rekonsiliasi antara kelompok Muslim dan
Kristen yang sedang berkonflik.
G. Muhammadiyah dan Dinamika Peran Internasional
Seiring dengan terbukanya informasi, peran
stategis Muhammadiyah semakin banyak diketahui dan dilirik oleh berbagai
kalangan internasional. Kemampuan Muhammadiyah dalam mengelola organisasi yang
besar dan juga kontribusinya yang positif bagi bangsa dan Negara ini, telah
menaruh minat dari berbagai kalangan internasional untuk meminta Muhammadiyah berkontribusi
yang lebih besar lagi dalam percaturan internasional. Untuk itulah,
Muhammadiyah sejeka Mu’tamar ke 45 tahun 2000 berkomitmen untuk berperan dalam
dunia Internasional. Sebagai perwujidan komitmen peran internasional
Muhammadiyah tersebut, Muhammadiyah ikut terlibat dalam penanganan konflik di
Mindanau Philipina Selatan dan juga konflik di Patani Thailand selatan.
Di samping itu, untuk semakin memperkuat
peran Internasional Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin telah banyak melakukan rintisan
kerja sama dengan pihak-pihak internasional dalam bidang pendidikan dan
kebudayaan. Misalnya, PP. Muhamadiyah telah melakukan kerjasama dengan
Australia, Inggris, USA, Arab Saudi, dan India. Bahkan saat ini, ketua umum PP.
Muhammadiyah Prof Din syamsuddin dipercaya sebagai Presiden of World Conference
on Religion dan Peace (WCRP, Konferensi Dunia tentang Agama dan Perdamaian), 10
yang merupakan wujud apresiasi dunia terhadap Muhammadiyah melalui ketua
umumnya.
KELEBIHAN BUKU
Buku ini menggunakan bahasa yang ringan dan mudah dimengerti, sehingga siapa pun bisa terhubung dan memahaminya. Selain itu, buku ini disertai dengan penjabaran konsep yang mudah dipahami, mengupas bagaimana sejarah islam dan kemuhammadiyahan dengan baik.
KEKURANGAN BUKU
Buku ini tidak dilengkapi glosarium, sehingga jika terdapat istilah-istilah asing.